“Jamila dan Sang Presiden”


PIC_0084

JAMILA DAN SANG PRESIDEN
oleh Ratna Sarumpaet

Pimpinan Produksi: Drs. Heru Subrata, M.Si

Judul: Jamila dan Sang Presiden
Penulis Naskah: Ratna Sarumpaet
Jumlah babak: Tiga (3)
Durasi: 40 Menit
Jumlah Pemain: Enam Belas (16)
Genre: Drama Tragedi

Nama Kelompok:
Muhammad Yusuf (101644035)
Tri Rachma Zakiya (101644201)
Garin Dian N. (101644202)
Retno Pritasari (101644203)
Indra Marina C. (101644204)
Erry Dwi Anita (101644205)
Chelly Amalia P. (101644206)
Novi Nurdian (101644207)
Lindra Nur Khanifah (101644208)
Nur Ainiyah (101644209)
Putri Redita (101644211)
Vivin (101644212)
Erma Kurniawati (101644214)
Fathudin Basri (101644216)
Ony Iva Adityas (101644238)
Sri Wahyuningsih (101644239)
Linda F. (101644251)

Pelacur & Sang Presiden
Karya RATNA SARUMPAET (Satu Merah Panggung )

KONSEP CERITA
Konsep cerita dalam “Pelacur dan Sang Presiden” adalah tragedi kehidupan, di terdapat serentetan peristiwa yang syarat akan pesan moral. Hal ini kami pertimbangkan sebagai salah satu cara agar drama yang kami tampilkan tidak hanya dapat menjadi hiburan bagi penonton tapi juga dapat digunakan sebagai pelajaran dan media untuk merefleksi diri. Cerita ini merupakan salah satu cerita yang diambil dari arsip drama teman-teman kami. Naskah ini telah kami rangkai dan revisi ulang sedemikian sehingga bisa kami pentaskan dengan baik dan berkesan bagi penonton.

SINOPSIS
Cerita “Jamila & Sang Presiden” dimulai ketika Jamila, 26 tahun, seorang pelacur, menyerahkan diri kepada kepolisian, ia mengaku telah membunuh seorang Pejabat Negara yang menjadi langganannya. Karena perbuatannya itu dia kemudian dijatuhi hukuman mati. Sebelum dieksekusi, permintaan terakhir Jamila bukan bertemu demgan Ibu atau Ayahnya. Dia meminta untuk dipertemukan dengan Presiden dan seorang ulama tersohor. Permintaan Jamila tersebut membuat masyarakat semakin marah.
Jamila lahir di tengah sebuah masyarakat yang beranggapan bahwa memperdagangkan anak perempuan untuk dijadikan pelacur adalah hal biasa bahkan sudah membudaya. Terlahir cantik, menjadikan Jamila sejak masih kecil sudah digadaikan Ayahnya pada seorang mucikari. Pada saat itu ia masih berusia dua tahun. Tanpa setahu suaminya, Ibunda Jamila diam-diam menculik Jamila, lalu menyerahkannya pada keluarga Wardiman. Keluarga Ibu Wardiman adalah keluarga terpandang dan terpelajar di kampungnya, Ibu Jamila yakin dibawah lindungan keluarga Wardiman, Jamila akan aman sekaligus bisa memperoleh pendidikan yang memadai. Apa yang diharapkan Ibunda Jamila ternyata jauh dari kenyataan. Dua laki-laki di tengah keluarga terhormat itu (suami dan putra tunggal Bu Wardiman) setiap malam menggerayangi Jamila, dan untuk menghentikannya Jamila terpaksa membunuh, dan kabur. Sebuah pengalaman amat buruk yang terus membekas dan membayangi perjalanannya.
Jamila tidak pulang ke kekeluarganya. Dia bertekad memperbaiki nasibnya tanpa bantuan keluarganya. Sebuah tekad yang jelas tidak mudah. Mencari pekerjaan tanpa pendidikan yang memadai, memaksa Jamila terseret ke lingkungan keras perdagangan perempuan. Upayanya menjadi TKI tidak mulus. Kecantikannya membuat para agen lebih tergiur memperdagangkannya sebagai pelacur.

KONSEP PANGGUNG
Cerita ini terdiri dari tiga babak, babak pertama ketika Jamila menyerahkan diri kepada polisi, babak kedua feedback ke masa lalu Jamila, dan babak ketiga kembali ke kehidupan Jamila sekarang ketika dia akan dijatuhi hukuman mati. Konsep panggung sengaja kami buat dengan sederhana, karena menyesuaikan dengan kondisi yang ada dan kemampuan kami tentunya. Namun tetap kami usahakan sebaik yang kmi bisa lakukan agar tidak mengurangi kesesuaian dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut rancangan tata panggung kami:
Babak 1 – 2-3 (tampak atas)
Babak 1 dan 3 : sel penjara
Babak 2 : lokalisasi ilegal

Properti panggung :
Babak 1 dan 3 :
Bamboo untuk sel
Kursi
Meja
Pistol/ pentungan
Borgol
Clip on
Vas bunga
Kunci dan tempat tantungan
Al-quran
Koran
Kain penutup muka
Sirine
Radio
Babak 2 :
Sofa
Lampu besar
Botol minuman keras
Rokok dan tempat rokok
Peluit
Uang
Tanaman-tanaman

KONSEP BUSANA
Tata busana :
Pembawa berita: resmi. Pakaian yang memiliki atribut stasiun tv
Para pelacur: baju pendek, celana/ rok pendek, sandal higheels, dompet kerlap-kerlip
Tati: baju pendek tapi sedikit lebih sopan.
Jaelani: dress pendek, logat medok jawa
Bu Darno: baju panjang (long-dress) warna mencolok, higheels, dompet, emas, kosmetik
Pengacara: baju resmi pengacara (blazer,kemeja,rok span)
Istri Pejabat: baju kalangan orang atas ,tas besar, higheels
Bu Ria: pakaian petugas penjara (sipir)
Bu Nyai: baju muslimah, berjilbab, berselendang
Petugas penjara: pakaian polisi
Presiden: kemeja, jas dan celana berwarna gelap tampak rapi
Jamila: baju tahanan ; daaster berkerudung

PENGORGANISASIAN DAN KARAKTERISASI
Pimpinan Produksi: Drs. Heru Subrata, M.Si
Sutradara: Sri Wahyuningsih
Asisten Sutradara: Lindra Nur Khanifah
Sekretaris: Vivin
Bendahara: M. Yusuf
Kelengkapan Properti: Fatuhudi Basri
Penata Panggung: Garin Dian Nugraha

Penata Rias & Busana : Linda F.
Penata Musik: Novi Nurdian
Para Pemain :
Muhammad Yusuf sebagai Polisi penjara 2
Tri rachma zakiya sebagai istri pejabat
Garin Dian N. sebagai kepala polisi dan Presiden
Retno Prita Sari sebagai Bu darno
Indra Marina C. sebagai Jamila
Eri Dwi Anita sebagai pembawa berita 2; pelacur 3
Chelly Amalia P. sebagai Jaelani
Novi Nurdian sebagai Pelacur Gendut
Nur Ainiyah sebagai Pengacara
Lindra Nur K. sebagai Pembawa berita 1
Putri Redhita A. sebagai pelacur 1
Vivin sebagai Bu Nyai
Erma Kurniyawati sebagai Bu Ria
Fathuddin Basri sebagai Polisi penjara 1
Ony Iva A sebagai Tati
Linda P. sebagai pelacur 2

SKENARIO
Part 1
PANGGUNG KOSONG, GELAP. CAHAYA MUNCUL DI LAYAR BELAKANG SEPERTI CAHAYA FAJAR. BUNYI SIRENE TERDENGAR MERAUNG-RAUNG DI KEJAUHAN, DIIKUTI SUARA SIRENE MOBIL KEPOLISIAN YANG TERDENGAR MENDERU-DERU. TERDENGAR SUARA PARA PEMBACA BERITA DI BERBAGAI STASIUN TELEVISI MEMBACAKAN BERITA TENTANG KEMATIAN SEORANG MENTRI, DI ULANG-ULANG DAN BERLOMBA, KADANG BERTUMPUK.

PEMBACA BERITA 1: “Nurdin Hidayat, salah seorang menteri kabinet, pagi tadi ditemukan meninggal dunia di kamar sebuah hotel berbintang lima. Tubuhnya berlumuran darah dengan beberapa tusukan di bagian dada dan perut. Kematian Menteri Nurdin dilaporkan sendiri oleh pelakunya, Jamila, kepada pihak kepolisian. Jamila mengaku membunuh Menteri Nurdin dalam keadaan sadar.”

PEMBACA BERITA 2: “Sidang kabinet yang pagi ini berlangsung diselimuti suasana mendung. Cara dan tempat kematian Nurdin, oleh berbagai pihak dinilai sebagai kegagalan Presiden dalam menyeleksi kualitas moral para anggota Kabinetnya. Para pengamat politik menyerukan agar semua pihak terutama para politikus mengambil pelajaran dari kematian Nurdin dan memberikan kebebasan pada Presiden menentukan kabinetnya tanpa dibebani kepentingan-kepentingan politik.”

JAMILA YANG DUDUK DI BALE DI DALAM SELNYA. MATANYA MENATAP KE SATU ARAH, JAUH, PENUH DENGAN KEMARAHAN DAN KEBENCIAN.
DI TENGAH BALENYA JAMILA TAMPAK BERSUJUD, SAMBIL MELETAKKAN KEPALANYA DI BALE, PERLAHAN IA MENGANGKAT TUBUHNNYA, MEMENTANGKAN KEDUA TANGANNYA LALU BERTERIAK SEKUAT TENAGA.
JAMILA: “Aaaaaaaaaaaaaaaaa…..”

BU RIA, 30 TAHUN (SIPIR PENJARA) MASUK. SAMBIL MEMBAWA PENTUNGAN – IA MENATAP JAMILA DENGAN TATAPAN TANPA EMPATI, MESKI IA TAMPAK BERUSAHA MENAHAN SUARANYA, SUARANYA TETAP TERDENGAR KETUS – CULAS.

BU RIA: “Hei Hei! Apa-apaan terik-teriak begini?”

JAMILA – 2 MENDADAK STATIS OLEH SUARA KERAS BU RIA. IA MULAI SADAR IA BARU SAJA MENGALAMI MIMPI BURUK.

BU RIA: “Penghuni penjara ini bukan cuma kamu Mila. Mimpi buruk itu biasa. Jadi gak usah teriak-teriak. Membunuh seorang pejabat tinggi mampu, menghadapi mimpi buruk kok seperti orang kesurupan.”

JAMILA TIDAK MENANGGAPI. TAMPAK LETIH, IA MEREBAHKAN TUBUHNYA, MERINGKUK. JAMILA MASIH MERINGKUK. BU RIA MENDEKATI JAMILA, DUDUK DI SALAH SATU SUDUT DENGAN POSISI MEMBELAKANGI JAMILA, SAMBIL TETAP MENGAYUNKAN PENTUNGAN.

JAMILA: “Itu pengalaman terpahit sepanjang hidupku Bu Ria. Aku dititipkan di tengah keluarga itu agar aku aman dan tumbuh sehat. Dan dua lelaki di keluarga terhormat itu, setiap malam menggerangi tubuhku, merenggut kesucianku …. “

BU RIA BANGKIT. IA BICARA SINIS SAMBIL MENGITARI JAMILA, TAK HENTI MENGAYUNKAN PENTUNGANNYA.
BU RIA: “Pelacur bicara tentang kesucian …..”

TANPA SEDIKITPUN EMPATI, BU RIA DENGAN SIKAP KASAR YANG BERLEBIHAN MEMUNTAHKAN KEJENGKELANNYA PADA JAMILA.

BU RIA: “Hei, Dengar ya !! Aku sudah tiga tahun diangkat jadi Kepala sipir di penjara ini. Jadi aku sudah kenyang dengan cerita-cerita pembelaan-diri seperti itu. Anak-anak yang diperkosa… Dianiaya, diperdagangkan dan kalaupun kamu betul korban, Itu tidak berarti kamu berhak membunuh orang, apalagi mengharapkan bonus belas kasihan.”

JAMILA, MENEPIS TANGAN BU RIAYANG SEJAK TADI SECARA BERLEBIHAN MELECEHKAN JAMILA. SIKAP JAMILA TAMPAK BERUBAH. IA DUDUK DENGAN TUBUH TEGAK, KEPALA MENATAP LURUS KE DEPAN, TAMPAK KUAT.

JAMILA: “Aku membunuh dua laki-laki itu dalam waktu bersamaan Bu Ria. Aku membunuh keduanya dengan tanganku sendiri.”

BU RIA MENATAP JAMILA TERPANA SEKALIGUS MARAH. MASIH BELUM PUAS DENGAN EJEKAN-EJEKANNYA, IA MENANGGAPI PENGAKUAN JAMILA DENGAN SIKAP DAN SUARA SEMAKIN BERNAFSU.

BU RIA: “Ooooo…. Dan kamu bangga? Apa yang kamu banggakan Mila? Menjadi sorotan dimana-mana? Menjadi berita utama di koran-koran ….”

TIDAK TAHAN, BU RIA TIBA-TIBA LONCAT KE BALE, MENGUNYANG-UNYANG KEPALA JAMILA, KASAR

BU RIA: “Eh, dengar ya, pelacur …. Kamu itu harusnya malu !!!”

JAMILA TIDAK MENANGGAPI. MATANYA TERUS MENATAP JAUH KE DEPAN, TAJAM, SEPERTI MENATAP KE MASA LALUNYA.
BU RIA MENINGGALKAN SEL. SEORANG POLISI PENJARA MASUK DARI ARAH BELAKANG ARENA MEMBAWA SEBUAH KORAN. JAMILA TIBA-TIBA MENGUBAH POSISINYA MENJADI TERLENTANG, DAN MENGANGKAT SALAH SATU KAKINYA TINGGI-TINGGI, MEMBUAT BAJU TAHANANNYA TERSINGKAP HINGGA KE PANGKAL PAHA.

POLISI PENJARA: “Turunkan kaki kamu Jamila!”

JAMILA TIDAK MEMATUHI TEGURAN POLISI PENJARA. DIA MALAH MENGULANGI KELAKUANYA DENGAN MENAIKKAN KAKINYA YANG LAIN. POLISI PENJARA MENJADI MARAH. DIA MENGHAMPIRI JAMILA, DENGAN MENEGURNYA, KERAS.

POLISI PENJARA: “Hei Jamila! Turunkan kaki kamu itu!”

MERASA SUKSES JAMILA TERTAWA. IA MEMBALIK TUBUHNYA CEPAT, LALU MENGEJEK POLISI PENJARA.

JAMILA: “Kenapa? Terangsang? Jangan liat!”

POLISI PENJARA: “Dasar Pelacur!” (MENGGERUTU)

JAMILA: “Saya dipenjara di sini bukan karena melacur Pak Polisi, tapi karena membunuh. Jadi saya pembunuh bukan pelacur.”

POLISI PENJARA: “Pansus RUU APP menipu masyarakat baik pihak yang mendukung maupun pihak yang kontra ……”

JAMILA GERAM. DIA TAHU POLISI PENJARA MENGGANTI TOPIK YANG DIBACANYA. DIA TAHU ADA BERITA HANGAT TENTANG DIRINYA MAKA POLISI ITU MEMBAWA KORAN KE SANA UNTUK MEMBACAKANNYA PADA JAMILA. JAMILA MENDEKATI POLISI PENJARA, MERAMPAS KORAN YANG SEDANG DIBACANYA. JAMILA MEMBOLAK – BALIK KORAN ITU, LALU KEMBALI MENYERAHKANYA PADA POLISI PENJARA.

JAMILA: “Hari ini Pengadilan akan memutuskan Hukumanku. Aku yakin hari ini semua Koran dengan bersemangat sedang membicarakannya….. Baca !!”

POLISI PENJARA MEMBACA KORAN SESUAI KEINGINAN JAMILA.

POLISI PENJARA: “Forum Pembela Iman Bangsa atau FPI, besok akan mengerahkan ribuan massanya ke depan Kantor Pengadilan, memastikan sidang Pengadilan menjatuhi Jamila hukuman mati.”

JAMILA: “Forum Pembela Iman Bangsa. Milisi moralis munafik itu …..”

DENGAN GAYA SEORANG PELACUR JAMILA MENGHAMPIRI POLISI PENJARA, MENANGGAPI DENGAN SINIS BERITA YANG BARU DIDENGARNYA

JAMILA: “Kalau saja mereka mengerti apa arti moral …. Mereka akan tahu moral seperti apa yang membuat nasibku jadi seperti ini, dan mereka seharusnya mengangkatku menjadi anggota kehormatan.”

IBU RIA MUNCUL BERSAMA PENGACARA. BU RIA TAMPAK TIDAK SUKA MELIHAT PERILAKU JAMILA BERRANGKUL-RANGKULAN DENGAN PETUGAS.
BU RIA: “Hem, hem …..”

POLISI PENJARA TERKEJUT DAN LANGSUNG BERLALU DENGAN LANGKAH TERBURU-BURU. JAMILA KEMBALI KE BALENYA, TERSIPU. DI LAIN PIHAK, TERIAKAN BU RIA MENGHENTIKAN LANGKAHNYA.

BU RIA: “Mau kemana kamu ?”

BU RIA MENGHAMPIRI POLISI PENJARA, GERAM.

BU RIA: “Tugas kamu menjaga napi. Bukan bercengkerama dengan napi.”

POLISI PENJARA MENINGGALKAN SEL. GUSAR MAUNYA SENDIRI, BU RIA MENGHAMPIRI JAMILA, DENGAN SIKAP TETAP TANPA EMPATI.

BU RIA: “Jamila !! Tuh, aku bawain kamu pengacara. Aku sendiri sih gak percaya sama yang namanya pengacara. Tapi siapa tahu nasib kamu lebih baik.”

JAMILA TIDAK BEREAKSI, BU RIA BERGERAK KE ARAH PENGACARA.

BU RIA: “Ibu Malik ini menawarkan diri membelamu di Pengadilan nanti. Kalau pengacara menawarkan diri berarti gratis dong. Iya nggak Bu ?” (Ke Pengacara)

PENGACARA ITU HANYA SENYUM-SENYUM. IA MELANGKAH MENDEKATI JAMILA, TAPI BELUM-BELUM JAMILA SUDAH MENOLAKNYA DENGAN SUARA KETUS.

JAMILA: “Aku tidak membutuhkan pembelaan.”
IBU MALIK BEBERAPA SAAT TAMPAK BERPIKIR. DENGAN TENANG, IA KEMBALI MENDEKATI JAMILA, MEMBERI PENJELASAN DENGAN SUARA KHAS SEORANG PENGACARA

PENGACARA: “Jamila. Kamu membunuh seorang pejabat tinggi. Banyak pihak meragukan proses yang berlangsung di Pengadilan. Terlalu cepat dan tidak masuk akal.”

PENJELASAN MALIK TIDAK BERHASIL MEMBUAT JAMILA BERGEMING.

PENGACARA: “Jutaan orang diluar sana bersimpati sama kamu Jamila …..”

BU RIA: “Tuh kan? Aku yang membunuh suamiku karena setiap hari mabuk-mabukan, pulang ke rumah untuk memukuliku. Tapi nggak ada tuh yang bersimpati ….”

JAMILA BANGKIT DARI DUDUKNYA, MENGGERUTU ….

JAMILA: “Bersimpati …. (MENGGERUTU) Aku baru saja membaca bagaimana mereka merindukan kematianku.”

PENGACARA: “Bukan mereka Jamila, tapi jutaan orang diluar sana.”

JAMILA: “Cukup Bu!” JAMILA KEMBALI KE BALE, PENGACARA MENGEJARNYA

PENGACARA: “Bagaimana pun ratusan juta orang yang membisu itulah yang sungguh-sungguh memahami keadaanmu.”

JAMILA: “Cukup!”
PENGACARA: “Mereka tidak menginginkan dakwaan atas dirimu ditunggangi kepentingan politik.”

JAMILA: “Cukup! Cukup!! Cukup !!!! Aku sudah bilang aku tidak membutuhkan pembelaan.” AMARAH JAMILA MENGEJUTKAN PENGACARA. BEBERAPA SAAT HENING.

PENGACARA: “Jamila . . .”

DENGAN SUARA BERGETAR MENAHAN AMARAH, JAMILA MENGUSIR PENGACARA.

JAMILA: “Keluar! Atau aku akan berteriak.”

BU RIA AKHIRNYA MENDEKAT MENENGAHI

BU RIA: “Sudahlah Bu Malik. Dia sudah siap jadi Martir kok.”

BU RIA MEMBERI ISYARAT PADA PENGACARA UNTUK MENINGGALKAN JAMILA. PENGACARA AKHIRNYA KELUAR. BEGITU PENGACARA KELUAR, DENGAN GERAM BU RIA LANGSUNG MENGHADAPI JAMILA NYARIS TIDAK SANGGUP MENGENDALIKAN EMOSINYA.

BU RIA: “Pelacur, pembunuh, dan sekarang siap jadi martir …… Kamu itu pelacur Mila. Kamu pembunuh. Jadi jangan kamu bermimpi ingin jadi pahlawan. Politik …. Politik …… “ (Menggerutu)
BEBERAPA SAAT HENING. SELANJUTNYA, DENGAN BERWIBAWA, DIEJA, JAMILA BUKA SUARA.

JAMILA: “Pelacuran itu politik Bu Ria. Aku, tidak ada bedanya dengan Politikus. Sama-sama kotor bu,.” (bu ria terkejut)

BU RIA: “Jaga mulutmu Mila.”

JAMILA: “Berteriak-teriak tentang moral. Laki-laki selalu gegap gempita kalau sudah bicara soal moral. Hah . . .”

BU RIA: “Mila!” (BERTERIAK)

JAMILA: “Kenapa? Bawa aku ke hadapan mereka Bu Ria, dengan betis sedikit membuka. Dan moral tidak lagi punya tempat. Ha ha ha . . .”

BU RIA: “Jamila, duduk kamu!!”

JAMILA MENEPIS TANGAN BU RIA, DAN SEMAKIN BERSEMANGAT.

JAMILA: “Aku benci orang-orang yang membesar-besarkan kedudukan politikus. Mau berdasi, mau bersorban tujuh tingkat ….. Politikus dan aku sama Bu. Sama-sama pelacur.”

BU RIA: “Tapi kamu pelacur yang dalam beberapa hari lagi akan dijatuhi hukuman mati.”

JAMILA: “Lalu ? Aku membunuh pejabat itu dengan tanganku sendiri Bu Ria. Aku membunuhnya dengan sadar. Orang-orang seperti mereka memang harus dibunuh.”

BU RIA BANGKIT, MARAH

BU RIA: “Cukup Mila!!”
JAMILA: “Kenapa?” (membalas dengan sewot)

BU RIA MENCOBA LEBIH TEGAS SEKALIGUS BERWIBAWA
BU RIA: “Karena apa yang keluar dari mulut kamu itu bisa memberatkan hukumanmu.”

JAMILA SURUT, MENERTAWAKAN DENGAN SINIS SIKAP BU RIA YANG MENDADAK PERDULI.

JAMILA: “Hah …… Setelah selama ini kamu sibuk menghinaku, sibuk mengejek dan melecehkanku, sekarang kamu mendadak perduli…..”

BU RIA: “Saya perduli Jamila. Saya perduli. Itu sebab aku tidak ingin ocehan-ocehanmu ini didengar orang lain, karena itu bisa memberatkan hukumanmu.”

JAMILA MELEPAS TUBUHNYA KASAR DARI GENGGAMAN BU RIA, BANGKIT,SAMBIL MENYERINGAI SINIS, IA MULAI BERTINGKAH …..

JAMILA: “Begitu? Bagaimana kalau aku justru ingin semua orang mendengar.”

JAMILA LONCAT KE ATAS BALE DAN MULAI BERTERIAK-TERIAK, MEMBUAT BU RIA SEMAKIN PANIK. DIA BERTERIAK MEMANGGIL PETUGAS.

BU RIA: “Petugas !!” (DUA POLISI PENJARA MASUK MEMBUAT JAMILA JUSTERU SEMAKIN LIAR DAN NAKAL)

JAMILA: “Kenapa Bu Ria? Bukankah seseorang yang akan dijatuhi hukuman mati boleh melakukan apa saja sebelum ajalnya tiba?”

JAMILA SEMAKIN JENGKEL MELIHAT DUA POLISI PENJARA TAHU-TAHU SUDAH BERDIRI DI SISI BALENYA. IA MENGANGKAT KAKINYA TINGGI-TINGGI.

JAMILA: “Bagaimana pendapat Bu Ria, kalau permintaan terakhirku nanti adalah ditiduri Presiden? “

TIDAK TAHAN, BU RIA MENEMPELENG JAMILA SESAAT HENING. BU RIA SENDIRI, TERKEJUT ATAS PERBUATANNYA, MENGHINDAR KE SISI LAIN.

BU RIA: “Bawa dia ke ruang Isolasi!”

JAMILA MERONTA DARI TANGAN DUA PETUGAS YANG DENGAN SIGAP MENARIKNYA.

JAMILA: “Aku lebih suka meminta Presiden meniduriku Bu Ria, ketimbang memintanya memberiku pengampunan. Pengampunan hanya akan memperpanjang kesialanku.”

PARA PETUGAS KEMBALI MEMEGANGI JAMILA TAPI JAMILA KEMBALI MERONTA. DIA LONCAT DARI BALE, MENGHAMPIRI BU RIA.

JAMILA: “Tidak ada satu anakpun di muka bumi ini ingin jadi Pelacur Bu Ria. Tidak satu anakpun..”

BU RIA: “Petugas !! “

PARA POLISI ITU MENYERET JAMILA KELUAR. JAMILA TERUS SAJA BERTERIAK. SUARANYA SEMAKIN SERAK DAN BERBAUR AIR MATA.

JAMILA: “Siapa yang menginginkanku jadi pelacur Ria?”

DUA PETUGAS AKHIRNYA MENYERET JAMILA YANG MASIH TERUS BERTERIAK-TERIAK.

Narator 1: “Di ruang isolasi Jamila lebih banyak merenung. Menyesali keadaanya yang penuh dengan dosa dan kenistaan. Mengenang masa lalu yang mengharuskannya terus bertahan hidup walaupun dengan cara yang tidak ia ingini. Mengenang semua perjuangannya bertahan meskipun terkadang harus membunuh orang lain. Ia berusaha mengingat dirinya yang dulu, Jamila yang polos, yang belum bersentuhan dengan mucikari dan sejenisnya, kemudian ia berusaha mencari sosok dirinya yang dulu pada jamila yang sekarang, jamila yang akan segera dihukum mati karena kasus pembunuhan. Namun di tengah perenungannya, masa lalunya yang kelam itu tidak berhenti berputar di otaknya. Termasuk masa lalunya ketika masih menjadi pelacur di Kalimantan.”

Part 2
BU DARNO, SEORANG GERMO, SETENGAH BAYA, KUAT, KERAS SEDANG MENYERET-NYERET JAMILA (MUDA) BERSAMA SEGEROMBOLAN ANAK-ANAK PEREMPUAN DIBAWAH UMUR, KASAR, MELINTAS PANGGUNG. TATI, SEORANG PELACUR, MENGEJAR BU DARNO.

TATI: “Bu Darno! Sebentar Bu Darno !” (KESAL BU DARNO MENGHENTIKAN LANGKAH)

BU DARNO: “Ada apa lagi Tati?”

TATI: “Jamila ingin jadi TKI Bu Darno.”

BU DARNO: “Cari agen TKI kalau begitu.”

BU DARNO KEMBALI MELANGKAH. JAMILA MEMBERANIKAN DIRI MENGHAMPIRI DAN BERDIRI DIHADAPAN BU DARNO. BU DARNO MENATAP JAMILA JENGKEL, LALU DUDUK DENGAN PERASAAN KESAL DI BALE YANG TERLETAK TIDAK JAUH DARI SANA.

JAMILA: “Tolong saya Bu Darno, saya ingin jadi TKI.”

BU DARNO: “Saya pusing dengan kamu! Saya tidak tau kamu siapa, keturunan siapa? Kamu tahu-tahu ada di hadapan saya, mandi di kamar mandi saya, makan makanan dari dapur saya, tetapi tidak sedikit pun mau mendengar nasehat saya. Mau kamu apa Jamila?”

JAMILA: “Saya tidak akan selamanya menumpang Bu. saya akan kerja. Saya ingin jadi TKI.”

BU DARNO: “TKI? Pernah baca Koran nggak, dengerin berita di radio? Atau nonton tv ?”

JAMILA: “Pernah Bu.”

BU DARNO: “Lihat bagaimana hinanya TKI-TKI itu dipulangkan? Lihat bagaimana mereka ketakutan dan putus asa dan berjejal-jejal seperti sampah dengan begitu banyaknya derita yang mereka bawa pulang juga, ada yang pulang hanya tinggal nama saja…”

JAMILA TAMPAK CIUT. IA MENJAWAB HAMPIR TAK TERDENGAR.

JAMILA: “Lihat Bu.”

BU DARNO: “Tahu Bonet? Atau Ningsih yang sekarang terancam hukuman gantung itu?”

JAMILA TERDUDUK PUTUS ASA DI SAMPING BU DARNO

BU DARNO: “Kamu siap kalau satu saat kulitmu yang bagus ini disetrika majikan sinting di luar sana? Atau diperkosa setiap malam, setelah sepanjang hari kamu banting tulang sikat ubin dan menggosok baju-baju mereka?”

TATI: “Jamila cuma minta dikenalin sana si Mami Bu Darno.”

BU DARNO: “Tutup mulut kamu kalau Ibu sedang bicara Tati. Dan sejak kapan kamu jadi makelar? Mau nyaingin aku sekarang?hah…!”
JAMILA: “Saya tidak punya ijasah Bu Darno …… Saya dengar Si Mami bisa membantu.”

BU DARNO: “Itu justru yang Ibu maksud. Tanpa ijazah, di Luar Negri sana kamu hanya akan jadi babu. Si Mami, si Mami ….. (MENGEJEK SAINGAN) Si Mami itu hanya akan memeras kamu dari ujung rambut hingga ujung kuku kakimu. Jadi TKI itu ibarat main judi. Kalau kamu beruntung kamu dapat majikan yang baik dan bagus. Tapi kalau nggak, kamu akan bertemu majikan berhati setan; Pulang sebagai korban penganiayaan, tetap miskin pula.”

JAMILA: “Saya ingin punya uang Bu, dan saya tidak punya ijasah.”

BU DARNO: “Lha itu yang Ibu maksud. Tanpa ijazah, di luar Negeri sana, kamu hanya bisa jadi babu. Padahal disini, kamu masih bisa jaga toko, jualan gado-gado dan dapat uang. Mentang-mentang ke luar Negeri, matanya pada silau. Lebih baik jadi ratu di kampung sendiri Jamila ketimbang jadi budak di negeri orang ….”

JAMILA: “Tapi saya ingin punya uang banyak Bu. Saya ingin menyekolahkan adik saya. Saya tidak mau adik saya, seperti saya.”

BU DARNO: “Oooo, jadi itu intinya. Ingin punya banyak uang? Bagus. (mengangguk angguk, tersirat memiliki niat memanfaatkan Jamila) Ibu akan menunjukkan sama kamu, membimbing kamu, hingga kamu dengan cara gampang, cepat, enak, dan dapat uang sebanyak-banyaknya. “

TATI: “Tapi Jamila hanya mau jadi TKI Bu Darno!”

BU DARNO LAGI-LAGI MURKA SAMA TATI.

BU DARNO: ‘Cukup Tati !! Cukup!! Jangan ikut campur !! Keluar!! Keluar !!”

TATI LANGSUNG LARI MENUJU TEMAN-TEMANNYA. BU DARNO KEMBALI KE JAMILA, MENATAPNYA LEKAT, LALU MENGHAMPIRINYA DENGAN SIKAP LEBIH RAMAH.

BU DARNO: “Kamu mau belajar kan ?”

JAMILA: “Mau Bu.”

BU DARNO: “Bagus.”

BU DARNO MEMERIKSA DAN MERABA-RABA TUBUH JAMILA, MENELITINYA DARI UJUNG RAMBUT HINGGA UJUNG KAKI, SAMBIL MENGAJUKAN BEBERAPA PERTANYAAN.

BU DARNO: “Berapa umurmu sekarang ?”

JAMILA: “14 tahun Bu.”

BU DARNO: “Bagus. Mulai sekarang umurmu 18.”

JAMILA: “Umur saya 14 Bu Darno.” (kesal)

SUARA BU DARNO KEMBALI MELENGKING.

BU DARNO: “Ya, tapi mulai sekarang umurmu 18.”

JAMILA: “Kenapa Bu.”

BU DARNO: (bu darno merapat ke jamila, menarik bajunya ke atas, hingga tubuh jamila terangkat) “Karena saya mau begitu Dan karena kamu mau dapat uang banyak. Kamu mau uang banyak kan?”

JAMILA: “Iya Bu.”

BU DARNO: “Bagus. Itu kesepakatannya. Dan jangan pernah anggap enteng dengan kesepakatan itu karena urusannya nyawa, Paham ?”

JAMILA: “Paham Bu.”

BUNYI SIRENE POLISI TERDENGAR MERAUNG DI KEJAUHAN.

BU DARNO: “Ayo, sekarang kamu ikut saya!” (bu darno menyeret jamila, meninggalkan arena)

PARA PELACUR, MEMASUKI ARENA DARI BEBERAPA ARAH BERLARIAN, PANIK, DIIUKUTI LAMPU SOROT YANG MENYOROTI MEREKA SATU DEMI SATU. BEBERAPA PETUGAS MENGEJAR MEREKA. PARA PELACUR BERLARIAN, KETIKA PARA PELACUR SUDAH TERSUDUT, DAN PARA PETUGAS SEDANG SIAP-SIAP UNTUK MEMULAI RAZIA, PARA PELACUR ITU SEREMPAK MENGEJEK PARA PETUGAS DENGAN MENGGOYANG-GOYANGKAN PANTATNYA.

PETUGAS 1: “Konyol!”

SALAH SATU PETUGAS MENENDANG PANTAT SALAH SATU PELACUR MEMBUAT SELURUH PELACUR ITU SEREMPAK TERSUNGKUR DI LANTAI. PADA SAAT ITU KEPALA PETUGAS MASUK.

KEPALA PETUGAS: “Berdiri! Ayo berdiri! Cepat berdiri!! Kalian ini..” (sambil menunjuk ke wajah pelacur 1 per 1)
PARA GADIS BERUSAHA BANGKIT, KEREPOTAN. PETUGAS MENARIK MEREKA STU DEMI SATU.

PETUGAS 2: “Berdiri disitu! Jejer !! Hei! Dengar nggak? Jejer!! Baris yang rapi, bisa tidak?”

SEORANG GADIS GENDUT KESUSAHAN BANGKIT. IA MASIH MENIBAN PELACUR LAIN. PETUGAS MENARIKNYA.
PETUGAS 1: “Badan tebalnya kayak gini kok ada yang doyan.”

SI GENDUT MENGEPALKAN TANGANNYA KE PETUGAS, BICARA CEMPRENG, DAN DIBUAT-BUAT.
GENDUT: “Kenapa? Mau coba?”

PETUGAS 2: “Serahin KTP kamu.”

SI GENDUT MENYERAHKAN KTPNYA KE KEPALA PETUGAS. KEPALA PETUGAS MEM BOLAK-BALIK KTP SAMBIL MENGAMATI SI GENDUT.

KEPALA PETUGAS: “Apa betul kamu sembilan belas tahun?”

GENDUT: “Betul Pak. Sembilan belas.”

KEPALA PETUGAS: “Sekarang, coba kamu bantu saya. Kumpulkan KTP teman-temanmu ini.”
(PARA PELACUR MAJU SEREMPAK, MENUNJUKKAN PROTES)

KEPALA PETUGAS: “Kenapa ?”

PELACUR 2: “Damai aja Pak, DAMAI ….” (Salah Satu Dari Para Gadis Itu Nyeletuk)

KEPALA PETUGAS BERUSAHA MENAHAN KEJENGKELANNYA

KEPALA PETUGAS: “Siapa itu ? Hei! Siapa yang barusan ngomong tuh? Kesini kamu !! Jangan berani bunyi nggak berani nunjukin muka.”

BERHUBUNG TIDAK ADA YANG MAU MAJU, KEPALA PETUGAS MEMBERI PERINTAH PADA BAWAHANNYA.

KEPALA PETUGAS: “Petugas…. !!”

SALAH SATU PETUGAS AKHIRNYA MENYERET PELACUR 2 KE HADAPAN KEPALA PETUGAS.
KEPALA PETUGAS: “Bicara apa kamu barusan hah? Damai – damai …. Hari gini, ngajak Polisi korupsi.”

TATI : (meludah/mengejek dengan keras) “Chuah …., munafiik.”

KEPALA PETUGAS: “Yang barusan meludah kesini!!”

TATI, DENGAN BERANI MENDEKATI KEPALA PETUGAS.

KEPALA PETUGAS: “Bongkar dan cari KTP di atas kawan-kawanmu! Satu demi satu.”

TATI: “Nggak mau PAk !! Saya bukan polisi.”

PETUGAS 2: “Kurang ajar..” (PETUGAS 2 MENYERET GADIS 2 KE HADAPAN KEPALA PETUGAS)

KEPALA PETUGAS: “Periksa tas kawan-kawanmu!!”

TATI: “Saya sudah bilang, saya bukan polisi, jadi saya gak mau!”

KEPALA PETUGAS: “Baik kalau itu yang kamu mau….. Petugas !!”

PARA PETUGAS: “Siap!”

KEPALA PETUGAS: “Laksanakan!! Urus Mereka!” (sambil berjalan pergi)

PARA PETUGAS: “Siap! Laksanakan !!”

SEREMPAK PARA PETUGAS MENGHAMPIRI PARA GADIS UNTUK MELAKUKAN PENGGELEDAHAN. TERJADI KEGADUHAN, KARENA TANPA DIDUGA PARA PELACUR JUSTRU LEBIH SIGAP MENYERANG PARA PETUGAS.

PETUGAS 1: “Aduh …. Aduh …. Bajingan ….. Dasar pelacur !” (para petugas kelimpungan menahan sakit di mata dan kemaluan. para gadis lari sambil tertawa puas)

PARA PELACUR KEMBALI MEMASUKI PENTAS, DAN BERTINGKAH SEPERTI MENJAJAKAN DIRI, BEBERAPA SAAT BERLANGSUNG, DARI SUDUT LAIN BU DARNO MASUK DENGAN LANGKAH PANJANG-PANJANG, MARAH

BU DARNO: “Di mana Jamila ?”

GADIS-GADIS ITU TIBA-TIBA STATIS, MEREKA MENOLEH KE BU DARNO DENGAN TATAPAN TIDAK SUKA.

BU DARNO: “Ada yang lihat Jamila nggak?” (SEMUA MEMBISU DENGAN SIKAP MELAWAN)

BU DARNO: “Apa ini? Solidaritas? Bu Darno yang kejam yang telah dengan sadis menempeleng Jamila yang cantik dan lemah lembut…. (DIEXPLOITASI) Kita punya aturan disini. Membangkang, berbuat sesuka hati, ada ganjarannya. Jamila mendapatkan duapuluh kali lipat dari apa yang kalian semua dapatkan. Sekolah, kursus bahasa, buku-buku mahal …. Dan Ibu tidak mengusir Jamila. Ibu hanya meminta supaya dia berhenti Bunting. Bagaimana mau dapat uang kalau sebentar-sebentar bunting?”

JAMILA MUNCUL DARI ARAH BELAKANG BU DARNO. TATI MENOLEH DAN BERLARI KE ARAH JAMILA MUNCUL. BU DARNO MEMBENTAK TATI.

BU DARNO: “Mau kemana Tati?”

TATI MENGEHENTIKAN LANGKAHNYA. SAAT IA MENOLEH KE ARAH JAMILA, BU DARNO BARU SADAR AKAN KEHADIRAN JAMILA. DIA LANGSUNG SEWOT.

BU DARNO: “Ooo, si Ratu datang rupanya. Kalian tahu apa masalah teman kalian ini? Sombong. Merasa laku. Merasa memberi banyak pemasukan – sekarang malah mau berkhianat ……”

BU DARNO: “Mau kemana kamu Tati?” (bertanya dengan nada marah)

JAMILA: “Saya mau pamit sama kawan-kawan Bu.”

BU DARNO: “Kalian lihat itu? Kamu tidak akan menemukan germo sebaik saya Jamila. Dimanapun..” (dengan nada sombong)

JAMILA: “Saya tidak ingin cari germo Bu Darno. Saya hanya mau pergi.”

BU DARNO: “Pergi kemana? Memulai kehidupan yang bersih? Takdirmu pelacur Jamila dan akan selalu begitu.”

JAMILA MENDADAK BERUBAH. IA MENGHADAPI BU DARNO, BICARA DENGAN SUARA MARAH SEKALIGUS BERWIBAWA

JAMILA: “Tidak Bu Darno. Aku tidak pernah ingin jadi pelacur dan tidak ditakdirkan menjadi pelacur. Ibulah yang membuat saya jadi pelacur. Ibulah yang menipu dan memeras saya, sama seperti bagaimana Ibu memeras mereka-mereka ini.”

BU DARNO: “Bangsat !!”

BU DARNO MERNGAYUNKAN TANGANNYA HENDAK MEMUKUL JAMILA, TAPI JAMILA, DIDUKUNG KAWAN-KAWANNYA, JUSTERU BERRAMAI-RAMAI MENYERANG BU DARNO.

JAMILA: “Mundur !! Jangan Ibu berani-berani menyentuh saya !!: (BU DARNO TERBELALAK, SURUT)

BU DARNO: “Ooooo ….. Setelah kamu makmur. Makmur karena kebaikan hati saya ….. Kamu melawan sekarang. Mau jadi apa kamu sekarang hah? Jadi Dosen? Jadi guru ngaji? Kacang lupa kulit.”

JAMILA MENGELUARKAN BERTUMPUK-TUMPUK UANG DARI TAS TANGANNYA. IA MELANGKAH KEHADAPAN BU DARNO, LALU MENYERAHKAN TUMPUKAN UANG ITU PADA BU DARNO.

JAMILA: “Ini Bu. Untuk membayar kebaikan hati Ibu.”

BU DARNO MENERIMA UANG ITU. MATANYA TERBELALAK INGIN MENGATAKAN SESUATU, TAPI JAMILA SUDAH MEMBALIK TUBUHNYA, DIIKUTI PARA PELACUR LAINNYA.
JAMILA: “Saya masih akan melacur Bu Darno. Tapi saya akan jadi pelacur sesuai keinginan saya.” (BERJALAN DIIKUTI PELACUR LAINNYA)

Narator 2: “Jamila meneruskan kembali pekerjaannya melacur dengan teman-temannya berharap kehidupan lebih baik tanpa ada paksaan dari pihak yang berkuasa dan memerasnya secara habis-habisan.Terjerat dalam lamunannya, Jamila kembali sadar bahwa dia telah berada dalam sel tahanan hukuman sebagai seorang pembunuh. Pembunuh sekaligus pelacur yang bersih keras dengan kemauan untuk mengadili orang-orang yang bertanggung jawab atas hidupnya yang kelam ini.”

Part 3
DI SEL JAMILA, BU RIA MASUK GUSAR SAMBIL MEMBAWA SEBUAH KORAN. IA MENGHAMPIRI JAMILA YANG SEDANG MERINGKUK DAN MEMBUATNYA SEMAKIN GUSAR. IA AKHIRNYA DUDUK DI TEPI BALE JAMILA, DAN MEMBACA KORAN DI TANGANNYA.

BU RIA: “Eksekusi mati atas Jamila, pembunuh Menteri Nurdin, dilakukan besok. Sesuai permintaan Jamila, sebelum dieksekusi, Bapak Presiden dan Bu Nyai sohor Zaenab akan menemui Jamila.” (menatap jamila dengan tatapan tidak habis pikir)

BU RIA: “Kenapa kamu Mila? Saya kagum sama kamu. Jutaan orang di luar sana bangga sama kamu. Kamu memberikan pelajaran buat para pejabat itu. Kamu buat mereka shok. Itu luar biasa Mila ……”

JAMILA, TETAP MEMBISU, DINGIN DAN TEGAR, MEMBUAT BU RIA MENJADI FRUSTASI.

BU RIA: “Kamu bisa mengajukan grasi pada Presiden? Kenapa kamu malah memintanya datang kemari ?”

BU RIA KEMBALI KE SAMPING Jamila, menyapanya dengan nada yang dilunakkan dan lebih membujuk.

BU RIA: “Saya mengerti kamu membutuhkan seorang Ulama. Tapi Presiden ?”

JAMILA BANGKIT, MENJAUH, BICARA TEGAS DAN DIEJA.

JAMILA: “Dia yang paling bertanggungjawab atas apa yang menimpa diriku Bu Ria.”

TERKEJUT, BU RIA MENGEJAR JAMILA.

BU RIA: “Apa maksud kamu Jamila? Jamila, apa maksud kamu? Kamu tidak bisa bicara sembarangan seperti itu terutama sekarang ini Mila. Seluruh negeri ini akan semakin membenci kamu ….”

JAMILA TIDAK MENANGGAPI.
DUA ORANG POLISI PENJARA MASUK, MELAPOR.

POLISI PENJARA: “Ada ratusan orang melakukan demo. Beberapa kelompok mendesak ingin menemui Jamila.”

BU RIA: “Kamu bisa menolak mereka, tapi untuk meredam kemarahan di luar, sebaiknya kamu menerimanya.”

JAMILA KEMBALI KE BALENYA, BICARA DINGIN.

JAMILA: “Meredam kemarahan di luar …. Apa urusan saya dengan kemarahan di luar.”

BU RIA: “Lakukan penyaringan !!”

POLISI PENJARA: “Baik Bu.”

JAMILA: “Aku sudah mengalami hampir semua hal dalam hidupku Bu Ria. Aku kadang tidak menangis. Bersama kawan-kawanku, aku kadang bisa tertawa lebar menertawakan pahit getir kehidupan kami. Satu-satunya hal yang tidak pernah kualami adalah dicintai …. , mencintai dengan tulus…..”
BU RIA TIDAK TAHAN. IA MENARIK JAMILA KE DALAM PELUKANNYA, MEMELUKNYA ERAT. BELUM PUAS DENGAN PENJELASAN JAMILA, TENTANG PRESIDEN, BU RIA KEMBALI BERTANYA.

BU RIA: “Tentang presiden tadi …..”

TIDAK SUKA DENGAN PERTANYAAN BU RIA, JAMILA LANGSUNG MENARIK TUBUHNYA DARI PELUKAN BU RIA. IA BANGKIT CEPAT DAN MENJAUH.

BU RIA: “Apa maksudmu “Dia bertanggung jawab?”

JAMILA: “Boleh nggak untuk yang satu itu, aku menolak untuk menjawabnya?”

BU RIA TIDAK PUAS. NAMUN TAK PUNYA PILIHAN. JAMILA MENOLEH KE ARAH SUARA ITU, DENGAN TATAPAN KOSONG. POLISI PENJARA MEMBAWA MASUK TAMU PERTAMA JAMILA, JAELANI. SEORANG PEREMPUAN, PEMBANTU BU WARDIMAN. BU RIA MENINGGALKAN SEL. BEGITU BERHADAPAN DENGAN JAMILA, ZAELANI MENJULURKAN KEDUA TANGANNYA DENGAN MATA BERSINAR.

ZAELANI: “Ya Allah Jamila – Jamila……” (JAMILA BANGKIT, DAN KEDUANYA BERPELUKAN ERAT)

ZAELANI: “Aku akan membelamu Jamila. Dengan cara apapun.”

JAMILA MENARIK TUBUHNYA DARI PELUKAN ZAELANI MENARIK ZAELANI DUDUK DI BANGKU.

ZAELANI: “Aku akan membeberkan semuanya Jamila. Semua yang kamu alami dulu.”

JAMILA: “Apa kabar Ibu Wardiman – Zaelani?”

ZAELANI: “Sudah mampus. Kualat dia sama koe Jamila.”

JAMILA: “Sakit apa ?”

ZAELANI: “Aku sudah cerita sama dia soal koe Mila. Ya sakit k u a l a t. Benci aku saceraiin bojone, koe sing diunyeng-unyeng. Wong suaminya Bu Wardiman itu bandit kok. Aku aja dimek-mek, apalagi koe, sing kemilau kayak gini.”

ZAELANI MENCUBIT PIPI JAMILA. MEREKA TERTAWA LEPAS. ZAELANI KEMUDIAN BERDIRI, DAN MENIRUKAN SECARA BERLEBIHAN KELAKUAN BU WARDIMAN MAJIKANNYA DULU.

ZAELANI: “Ngajinya itu membuat telingaku serasa terbakar. Aku merasa bersekongkol dengan setan menghina almarhumah Ibumu Jamila. Cuah !! Koyo sing peduli. Keluarga terhormat. Moralis munafik itu. Sama karo sing demo-demo di luar sana itu. Pemuda moralis, ning sangar kabeh. Pembela Undang-undang, Pembela Agama ….. Wong Gusti Allah kirim Agama untuk membela manusia ….. ( KE PENONTON) Jamila ….. Koe ki korban Agama digawe politik-politikan Jamila ….. (KE PENONTON) Nyuruh orang insaf kok gowo parang, gowo hujatan ….. Ya ndak mempan ….. Goblok !!”

JAELANI KEMBALI KE SISI JAMILA, SUJUD, DAN BICARA LEMBUT

ZAELANI: “Jamila, kowe masih ngaji apo ora ?”

JAMILA MENGHINDAR MURUNG. JAELANI KEMBALI DUDUK DI SAMPING JAMILA SAMBIL MEMIJAT-MIJAT PUNDAK JAMILA.

ZAELANI: “Maafin aku Mila. Aku ki pancen lancang. Gemes aku …”

JAMILA YANG NYARIS TAK BERREAKSI TAK MEMBUAT JAELANI PUTUS ASA. IA BANGKIT MEMIJIT MIJIT PUNDAK JAMILA, DAN TERUS MEMBUJUK.

ZAELANI: “Sekarang, sebut apa karebmu. Apa sing aku bisa bantu. Jadi saksi? Jadi penuntut? Aku tuntut kabeh Mila!”

JAMILA BANGKIT DARI DUDUKNYA, MENJAUH DAN BICARA LIRIH.

JAMILA: “Kamu yang terbaik dalam hidupku Zaelani, Kedatanganmu membuat perasaanku lega, sekarang, pergilah..”

JAMILA MENGULURKAN TANGANNYA – HENDAK MEMELUK ZAELANI. ZAELANI MUNDUR PROTES. IA DUDUK DI BANGKU.

ZAELANI: “Eh, nanti dulu.”

JAMILA: “ Jaelani …..”

JAELANI: “ Moh ….”
JAMILA TERUS MEMBUJUK
JAMILA: “Pergilah Jaelani ….”

JAMILA: “Moh !! Wong koe belum cerita soal Presiden itu kok.”

JAMILA MENJAUH SAMBIL MENOLEH KE POLISI PENJARA, MEMBERI ABA ABA, AGAR MENANGANI JAELANI. POLISI PENJARA MENUNTUN ZAELANI, TETAPI SEBELUMNYA IA LEBIH DULU MENGHAMPIRI JAMILA, BICARA.

ZAELANI: “Aku kagum karo koe Jamila. Kalau koe sukses ngrayu Presiden ….Wah Koe yang terbaik Jamila.”

PETUGAS MENUNTUN ZAELANI MENINGGALKAN JAMILA. IA TIBA-TIBA MENGHENTIKAN LANGKAHNYA.

ZAELANI: “Nanti kalau koe di hukum mati, gusti Allah pasti mbopong koe, langsung ke sorga.”

PINTU BELAKANG TERBUKA, KETIKA ZAELANI KELUAR. POLISI PENJARA MASUK.

POLISI PENJARA: “Ada seorang Ibu Pejabat.”

BU RIA: “Walaupun dia isteri pejabat, kamu berhak menolak.”

JAMILA MENEGAKKAN DUDUKNYA, MENGANGKAT KEPALANYA, SAMBIL NAFAS PANJANG.
JAMILA: “Saya terima.”

POLISI PENJARA KELUAR. KETIKA PINTU MEMBUKA, MEMPERSILAHKAN ISTRI PEJABAT ITU MASUK. ISTRI PEJABAT MASUK LANGSUNG MENYERBU JAMILA DENGAN UMPATAN-UMPATAN.

ISTERI PEJABAT: “Ini ya, perempuan da’jal yang dengan lancang meminta bertemu Presiden itu?”

BU RIA DAN POLISI PENJARA LANGSUNG BERREAKSI MENDENGAR SUARA ISTERI PEJABAT YANG MEMEKIK-MEKIK.

BU RIA: “Mohon maaf Bu. Mohon jangan terlalu keras.”

ISTERI PEJABAT MENOLEH KE BU RIA, SINIS DAN TIDAK MENGGUBRIS. IA TERUS MENYERANG JAMILA
ISTERI PEJABAT: “Lancang!! Dasar Pelacur, Kamu membunuh seorang Menteri, perempuan sundal, dan sekarang terang-terangan meminta Presiden datang kemari? Mau kamu apa hah ?”

BU RIA: “Petugas!!” (Berteriak)

ISTRI PEJABAT TERSINGGUNG ATAS PERINTAH RIA

ISTERI PEJABAT: “Hei. Dengar ya. Saya ini isteri seorang pejabat penting.”

BU RIA: “Saya tahu Bu. Saya hanya meminta agar Ibu tidak berteriak-teriak.”

RIA BICARA SAMBIL MENDORONG ISTRI PEJABAT

ISTRI PEJABAT: “Baru jadi Sipir, sudah sok kuasa Aku di sini atas nama semua istri pejabat di Negri ini. Ngerti nggak ? Sombong … “

ISTRI PEJABAT LANGSUNG MENGAMBIL ALIH. IA MENDEKATI JAMILA DAN MULAI MENJAMBAK RAMBUT JAMILA.

ISTRI PEJABAT: “Ini atas nama kehormatan kaum perempuan di negeri ini.”

JAMILA YANG SEJAK AWAL BERUSAHA KERAS MENAHAN DIRI, TANPA DIDUGA, MULAI BUKA SUARA, TENANG DAN BERWIBAWA.

JAMILA: “Aku perempuan negeri ini Bu.”

ISTRI PEJABAT: “Eh, Melawan lagi ….. “ (Seraya ingin menampar jamila)

JAMILA: (menghalau serangan dari istri pejabat) “Sama seperti seluruh pelacur di luar sana kami perempuan negeri ini.”
ISTRI PEJABAT MENYERANG JAMILA, TAPI JAMILA DENGAN TANGKAS MENANGKAP TANGANNYA.

ISTRI PEJABAT: “Lepaskan tanganku !! Petugas !!”

POLISI PENJARA MENDEKAT TAPI JAMILA MEMBENTAK

JAMILA: “Minggir Pak. Ini urusan perempuan Negeri ini.”

POLISI PENJARA SURUT, JAMILA MENDORONG ISTRI PEJABAT, TERLEMPAR JAUH.

JAMILA: “Sekarang, Ibu sebaiknya pulang. Pastikan apakah suami Ibu betul sedang bekerja – bukan sedang bercengkerama di pelukan pelacur yang lain.”

ISTRI PEJABAT: “Bangsat! Da’jal !! Pembunuh !!”

JAMILA: “Keluar !!” (berteriak)

ISTRI PEJABAT: “Perempuan setan ! Perempuan sundal !! “

JAMILA: “Keluar !!”

POLISI PENJARA SIBUK MENGENDALIKAN SUASANA YANG JADI PANIK – BERUSAHA MENGGIRING ISTRI PEJABAT ITU KELUAR.

ISTRI PEJABAT: “ Bangsat kamu !! Da’jal !!”

JAMILA: “Keluar !!” (berteriak)

ISTRI PEJABAT: “Kamu akan mati perempuan kotor, kamu akan mati.”

JAMILA: “Keluaaar !!”

BU RIA MENDEKATI JAMILA, MEMELUKNYA ERAT. BUNYI SIRENE TERDENGAR DARI JAUH, TERUS MENDEKAT BU RIA BANGKIT. DIA TAMPAK PANIK. SEBELUM MENINGGALKAN SEL, IA MENATAP JAMILA DENGAN PRIHATIN, LALU BERGEGAS KE LUAR. SEMENTARA ITU JAMILA BERDIRI DI TENGAH SELNYA, MENDENGAR DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH BUNYI SIRENE, TERIAKAN-TERIAKAN YANG MASIH TERUS RIUH DILUAR, SAMPAI BENAR-BENAR MENGHILANG.

PROSES MENUJU EKSEKUSI HARI INI ADALAH HARI DI MANA EKSEKUSI HUKUMAN MATI ATAS JAMILA AKAN DILAKUKAN. SUASANA HENING. TIDAK ADA LAGI DEMO ANTI JAMILA. TERDENGAR SOUND EFFECT YANG MENUNJUKKAN SUASANA DUKA DAN TEGANG. DI SELNYA, DI ATAS BALENYA, JAMILA – TAMPAK BERGUMUL DENGAN BATINNYA, BERUSAHA IKHLAS MENERIMA KETIDAKADILAN YANG DIALAMINYA SEPANJANG DALAM PERJALANAN HIDUP.

DI ARENA TERJADI KESIBUKAN DI PANGGUNG, PARA PETUGAS MENGANGKAT BALE, MELETAKKAN BALE KECIL, PERMADANI DAN SAJADAH. DI SEL JAMILA BU RIA MASUK BERSAMA DUA PETUGAS. DUA PETUGAS MEMBAWAKAN PERALATAN SHALAT.

BU RIA MEMBANTU JAMILA MENGENAKAN PAKAIAN UNTUK SHALAT LALU MENYERAHKAN AL QUR’AN. JAMILA TAMPAK TENANG, BU RIA DENGAN PRIHATIN DAN BERAT HATI MENINGGALKAN JAMILA. ANGGUN, JAMILA MELANGKAH MENINGGALKAN SELNYA. MENGIKUTI SETIAP LANGKAHNYA MENUJU SAJADAH YANG SUDAH DISIAPKAN DI PUSAT PANGGUNG.

BERDIRI DI ATAS SAJADAHNYA, JAMILA BERUSAHA MEMUSATKAN PIKIRANNYA UNTUK MELAKUKAN SHALAT. TAPI SETIAP KALI IA MENGANGKAT KEDUA TANGANNYA UNTUK MENGUCAPKAN ALLAHU AKBAR, TUBUHNYA SEPERTI TIDAK SANGGUP MENAHAN BEBAN MASA LALUNYA. IA MERASA KOTOR. IA MERASA TIDAK LAYAK. TIDAK BERDAYA MELAKUKAN SHALAT, DALAM PUTUS ASA IA MEMBIARKAN TUBUHNYA TERDUDUK, SUJUD. IA MENJATUHKAN TUBUHNYA HINGGA KENING TERLETAK DI ATAS AL’QURAN DI ATAS SAJADAHNYA. JAMILA MENANGIS, TERGUNCANG. BU RIA TERKEJUT MELIHAT KEADAAN JAMILA KETIKA DIA MASUK MENGATAR BU NYAI. IA SETENGAH BERLARI MENDAHULI BU NYAI, LANGSUNG KE JAMILA.

BU RIA: “Jamila….. Jamila ….. Bu Nyai, Jamila …… Tamu istimewamu sudah ada di sini ….”

PERLAHAN SEKALI JAMILA MENGANGKAT TUBUHNYA. KIYAI JALALUDIN MENDEKAT, MENGUCAPKAN SALAM.

BU NYAI: “Assalamualaikum Neng Jamila.”

JAMILA MENGANGKAT TUBUHNYA DAN MENEGAKKANNYA. DIA TIDAK MENYAMBUT SALAM. IA MENATAP LURUS KEDEPAN, BUNGKAM. SEMENTARA USTADZAH ZAENAB DUDUK DI BANGKU YANG TERLETAK TAK JAUH DARI JAMILA2 DENGAN SIKAP DITENANG-TENANGKAN. BU RIA BERGEGAS MENINGGALKAN ARENA.

BU NYAI: “Neng Jamila. Silahkan Neng. Duduk dekat Ibu disini. Kita bicara.”

HENING LAGI – JAMILA MASIH JUGA BELUM BERSUARA

BU NYAI: “Atau kalau Neng mau, kita bisa mulai dengan berdoa. Silahkan saja.”

JAMILA: “Aku yang mengundang Ibu kemari, Dari itu akulah yang menentukan apa yang akan terjadi diruangan ini.”

KALIMAT-KALIMAT JAMILA YANG LUGAS DAN BERWIBAWA, MEMBUAT BU NYAI TAMPAK RIKUH DAN GELAGEBAN.

BU NYAI: “Baik Neng. Ibu akan menunggu kalau begitu.”

JAMILA: “Ibu tahu kenapa aku memilih Ibu? Kenapa tidak perempuan lain – Bibiku misalnya, atau Ibu kandungku …. Ibu tahu kenapa ?”

BU NYAI: “Tidak Neng. Ibu tidak tahu … Tapi Ibu senang berada di sini sekarang. Ibu merasa diberi kesempatan menyempurnakan tugas Ibu sebagai seorang ulama.”

JAMILA: “Apa tugas Ibu itu? Menceramahiku agar aku insyaf? Mendoakanku? Memohon ampunan Allah agar aku tidak masuk neraka?”

KATA-KATA JAMILA YANG SINIS MEMBUAT BU NYAI TERPERANGAH DAN BUNGKAM.

JAMILA: “Asal Ibu tahu, Ayah kandungku, orang yang seharusnya paling bertanggung jawab melindungiku, adalah orang yang paling mendambakanku menjadi pelacur.”

BU NYAI: “Astagfirullah hallazim . . . “

JAMILA: “Dia dengan enteng memutus tali pusarku dari air susu Ibuku, lalu menyerahkanku pada seorang mucikari. Pada waktu itu usiaku masih 2 tahun Bu.”

BU NYAI: “Astagfirullahallaziiim …”

JAMILA: “Cita-cita Ayahkulah yang melemparku ke dalam kegelapan. Terhempas di tengah kehidupan paling nista, dikejar-kejar rasa takut, dihina, dan diludahi orang. Ayahku tidak tahu bagaimana para agen dan mucikari-mucikari itu memeras keringat dan menghisap darahku tanpa mengenal kasihan . . .”

BU NYAI: “Astagfirullah hallazim”

JAMILA: “Bisa nggak Ibu berhenti istiqfar?”

BU NYAI TERKEJUT DAN TANPA SADAR KEMBALI ISTIQFAR.

BU NYAI: “Astagfirullah hallazim”

JAMILA: “Bagaimana Ibu akan mendengar ucapanku dengan baik kalau Ibu terus menerus istighfar?”

BU NYAI: “Astagfirullah hallazim, Baik Neng, baik – Astagfirullah hallazim . . .”

JAMILA: “Di kampung halamanku, menggadaikan seorang anak perempuan pada saat mereka masih bayi merah – bukan dongeng Bu Nyai– tapi realita.”

BU NYAI: “Astagfirullah hallazim”

JAMILA: “Itu budaya perbudakan yang lahir dari kemiskinan Bu Nyai. Lahir dari kebodohan dan lemahnya iman, Perbudakan yang sacral. Yang dihormati-hormati dengan upacara. Didandani dengan kembang setaman dan mantera-mantera, dicampur aduk dengan doa-doa dan salawat Nabi.”

BU NYAI: “Astagfirullah hallazim”

JAMILA: “Tidak satupun yang bangkit mengutuknya, Tidak Pemerintah, tidak masyarakat setempat, Termasuk para ulama seperti Ibu ….. Ibu lebih suka menjadi politikus. Menjadi bintang televisi, Berceramah tentang langit ….. Tentang hal-hal yang sama sekali tidak menyentuh persoalan kami …..”
BU NYAI: “Neng Jamila dengar …..

JAMILA: “Tidak Bu Nyai. Tidak !! Ibu-lah yang harus mendengar sekarang!! Ibu sebagai ulamalah, yang sekarang harus mendengar – apa yang keluar dari mulut perempuan kotor ini ….”

BU NYAI TERDIAM. BEBERAPA SAAT HENING

JAMILA “Aku mendengar kalian dengan lantang menyerukan agar orang-orang menjauhkan diri dari kemaksiatan …. Kemaksiatan yang seperti apa Bu Nyai. Aku hanya seorang pelacur di tengah pentas pelacuran politik yang sedang kalian bangun di muka-bumi ini …. Membunuh seorang Jamila tidak akan mematikan peradaban yang sudah terlanjur kalian bangun dengan tangan-tangan kotor …. Dengan kemunafikan – Dengan nama Allah – kalian menyerukan agar orang-orang menghindari pertikaian dan kebencian – di tengah dunia dimana kalian meletakkan agama sebagai sesuatu yang menakutkan – Sah untuk saling membenci dan saling membunuh.”

BU NYAI: “Neng Jamila …..”

JAMILA: “Berpikirlah sebagai Ulama sekali ini saja Bu Nyai. Dan sadar …… Betapa atas nama politik, kalian telah mengotori apa yang menjadi tanggung jawab kalian. Berhianat pada ummat; mengingkari apa yang sesungguhnya mereka butuhkan sebagai anak manusia …… Aku manusia Bu Nyai – ciptaan Allah paling sempurna sama seperti Bu Nyai. Tapi aku pelacur …….”

BU NYAI: “Neng Jamila. Mari, kita berdoa Neng, meminta pemangampunan pada Allah.”

JAMILA: “Tidaaak.” (BERGUMAM)

BU NYAI: “Allah Maha Mendengar, Neng Jamila. Dia Maha Mengetahui.”

JAMILA: “Tidak Bu Nyai. Aku tidak membutuhkan ulama untuk memohon pengampunan Allah. Aku tidak membutuhkan ulama yang tidak memahami penderitaanku, yang tidak memiliki kemampuan menarikku dari kenistaan ….. “

BU NYAI: “Neng Jamila..”

JAMILA MENDADAK MEMUTAR TUBUHNYA, MENOLEH KE BU NYAI, MELEMPAR KEMARAHANNYA SECARA LANGSUNG.

JAMILA: “Kenapa sekarang Bu Nyai? Kenapa sekarang ? Kenapa dulu Ibu tidak berada disisiku, Kenapa dulu Ibu tidak merampasku dari tangan Ayahku, hingga dia tidak menggadaikanku ke tangan mucikari? Kenapa? Jawab aku !” (Meradang)

BU NYAI: “Neng Jamila”

JAMILA MEMBUKA MUKENAHNYA. DIA MEMUTAR TUBUHNYA SAMBIL MEMBUKA KEDUA TANGANNYA LEBAR, MEMPERTONTONKAN DIRINYA PADA BU NYAI.

JAMILA: “Lihat Bu Nyai, Lihat !! Lihat betapa kotor dan nistanya aku. Dan jangan Ibu mengatakan Ibu tidak ikut bertanggung jawab atas semua ini.”

BU NYAI: “Neng Jamila ….”

JAMILA: “Keluar ….”

BU NYAI: “Neng Jamila ….”

JAMILA MENGABAIKAN BU NYAI.
HENING. BU NYAI SURUT DENGAN RAGU-RAGU.
JAMILA: “Kalau Ibu betul ingin menyempurnakan kewajiban Ibu sebagai ulama, berangkat ke kampung halamanku – sekarang. Duduklah bersama para orang tua disana menunggu detik-detik kematianku dan memohon ampunlah pada Allah diantara mereka.”

BU NYAI MENGHILANG. JAMILA TERSUNGKUR DILANTAI, TERGUNCANG. TERDENGAR DERAP SEPATU PETUGAS. DI LATAR BELAKANG TERLIHAT PARA PETUGAS YANG AKAN MELAKSANAKAN EKSEKUSI MEMASUKI PANGGUNG, DARI DUA ARAH.
JAMILA TERDIAM SESAT. DIA SADAR, DIA SUDAH HARUS SIAP MENERIMA AJALNYA. DIA MENGANGKAT TUBUHNYA, MENATAP KE ARAH PENONTON DENGAN TATAPAN TENANG. SEBUAH SALAWAT “ASTAQFIRULLAH ……” MENYAYAT MENGIKUTI KALIMAT-KALIMAT TERAKHIR DARI JAMILA, LIRIH DAN JERNIH.

JAMILA: “Jutaan kali bibirku menyebut namaNya – Menjerit-jerit aku meminta pertolonganNya – memohon ampun dariNya . . . .”

DI LATAR BELAKANG, SEORANG LELAKI BERTUBUH BESAR, TEGAP, SANG PRESIDEN, DIIKUTI PARA PENGAWAL MASUK. BERDIRI DIANTARA PARA PETUGAS EKSEKUSI, SANG PRESIDEN MENATAP KEDEPAN LURUS. DARI ARAH LAIN, BU RIA MUNCUL, SEMUA MENATAP KE JAMILA, YANG MASIH TERUS BICARA.

JAMILA: “Dua tangan ini sudah berlumur darah sejak aku masih kanak-kanak . . . Dan aku tidak mampu membersihkannya. Tangan ini seperti ditakdirkan untuk terus menerus berlumur darah ….. Untuk terus menerus kotor dan menagih.”

BU RIA: “Jamila ! Sang Presiden.”

MENDENGAR SUARA BU RIA, JAMILA TERDIAM SESAAT. IA KEMUDIAN MEMBUNGKUKKAN TUBUHNYA MENCARI KERUDUNGNYA DI LANTAI. JAMILA MENARIK SEPOTONG KAIN PUTIH KUSAM YANG DULU DIA GUNAKAN SEBAGAI KERUDUNG. IA MEMBUKA DAN MELEBARKAN KAIN KUSAM ITU, MEMPERTONTONKANNYA KE PENONTON SAMBIL MENJULURKAN TANGANNYA KE DEPAN. DENGAN SUARA JERNIH JAMILA BICARA PADA PENONTON SEOLAH IA SEDANG BICARA PADA DUNIA.

JAMILA: “Kain ini, dulu putih dan bersih . . . Dia dulu menutupi auratku, melindungiku dan memberi cahaya di air mukaku . . .
JAMILA MEMUTAR TUBUHNYA KE ARAH PRESIDEN.

JAMILA: “Siapa yang menginginkanku jadi pelacur? Siapa yang mengotoriku …. Siapa yang menumpuk kebencian didadaku?”

PADA SAAT ITU PRESIDEN JUSTRU MENINGGALKAN PANGGUNG JAMILA MERADANG MENGULANGI PERTANYAANNYA KE TEMPAT DIMANA PRESIDEN SEBELUMNYA BERDIRI.

JAMILA: “Siapa yang menginginkanku jadi pelacur? Siapa menumpuk kebencian didadaku? Siapa …… Siapa …… Siapa …… “

FRUSTRASI, JAMILA BANGKIT DAN MELANGKAH KE PUSAT PANGGUNG. PANIK DAN TERPUKUL IA TERUS NERTERIAK – BERTANYA PADA PENONTON, PADA DINDING, PADA PADA DUNIA.

LAMPU PERLAHAN MEREDUP, DIIKUTI MUSIK MENGIRINGI EKSEKUSI JAMILA. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN, SEBUAH BUNYI SENAPAN MENGGELEGAR MEMECAH KEHENINGAN.
JAMILA, PEREMPUAN PELACUR ITU TELAH TIADA ….
Narator 3: “Dengan terdengarnya bunyi senapan yang ditembakkan oleh sang penembak, berakhirlah derita pelacur bernama Jamila. Seorang wanita yang tangguh memperjuangkan kebebasan dirinya, wanita yang berani berdiri di tengah-tengah kebobrokan dunia dan wanita yang menjunjung harga diri sampai ajal tiba.”

SELESAI

5 Comments Add yours

  1. jujur pak . SAYA SUKA SEKALI DENGAN NASKAH DRAMA INI .dari segi cerita yang mengangkat kisah seorang pelacur yang memang hidupnya tidak beruntung . dia ingin memperjuangkan keadilan hanya saja caranya yang salah sehingga akhirnya dia dihukum mati. pesan moral yang saya dapat adalah hidup memang tidak semulus yang kita harapkan . terkadang ketidakberuntungan menghampiri kita tapi kita harus bisa berpikir cerdik untuk bisa menyeleaikan masalah masalah tersebut. membela diri itu harus tapi tidak dengan cara kekerasan. wanita dikenal dengan kodratnya yang lemah lembut. hanya saja dlam cerita ini menggunakan alur campuran ( alur maju dan flashback ) sehingga sedikit membingungkan pembaca. tapi ini naskah yang bagus karena mengangkat kisah yang tabu di kalangan masyarakat, kisah tentang perjuangan mencari keadilan seorang pelacur .

  2. maaf , identitas saya : YUNI HERAWATI / PGSD /101644106

    1. Marita Agus berkata:

      Tidak hanya drama biasa melainkan drama yang luar biasa yang mengangkat kehidupan para pejabat dibalik kehidupannya yang penuh dengan kewibawaan dan kehormatan. ceritanya diatur sedemikian rupa sehingga tidak membosankan.

  3. RIFKA berkata:

    RIFKA KUSUMA JAYA/PGSD/101644056
    naskah ini bagus dan menarik dengan ide cerita yang mengangkat kisah seorang pelacur yang juga ingin dianggap sebagai manusia seutuh yang sama dengan yang lainnya. dan dalam alur ceritanya juga menarik kerena ada permasalahan yang dimunculkan berliku-liku membuat cerita semakin menarik.

  4. Tirza Yosiana berkata:

    Perkenalkan saya Tirza, salah satu mahasiswa dari UKSW yang berniat mementaskan naskah yang sama.
    Kalau boleh saya bertanya, apakah peng editan naskah lakon ini mendapat izin dari sang penulis? Terima kasih

Tinggalkan komentar